Skip to main content

Sejarah Suku Nias

Suku bangsa Nias mendiami Pulau Nias yang terletak di sebelah barat Pulau Sumatera. Bersama dengan beberapa pulau kecil di sekitarnya daerah ini sekarang termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Nias, Provinsi Sumatera Utara. Penduduk asli pulau itu menamakan diri mereka Ono Niha, artinya "anak manusia", dan menyebut pulau mereka Tano Niha, artinya "tanah manusia". Populasi suku bangsa ini diperkirakan berjumlah sekitar 480.000 jiwa. Sedangkan yang lain adalah para pendatang, seperti orang Batak, Aceh, Minangkabau dan Cina.


Bahasa Suku Nias

Bahasa Nias termasuk dalam rumpun bahasa Autronesia. Bahasa ini tersebar sampai ke Kepulauan Batu di sebelah selatan Pulau Nias. Di antaranya terdapat empat dialek, yaitu dialek Nias Utara, Nias Tengah (Gomo), Nias Selatan (Teluk Dalam) dan dialek Batu.


Masyarakat Suku Nias

Kelompok keluarga terkecil atau keluarga inti dalam bahasa Nias disebut sangambato. Beberapa keluarga inti membentuk keluarga luas terbatas yang disebut sangambato zebua. Prinsip hubungan keturunannya bersifat patrilineal dan biasanya setiap keluarga luas tinggal bersama-sama dalam sebuah omo (rumah). Akan tetapi masing-masing keluarga inti mempunyai dapur sendiri. Beberapa sangambati zebua yang berasal dari satu kakek moyang yang sama tergabung ke dalam sebuah mado (di Nias Utara dan Nias Tengah) atau gana (di Nias Selatan) yaitu semacam klan atau marga patrilineal. Seorang anak akan menambahkan nama mado ayahnya di belakang nama kecilnya. Orang-orang dari satu mado bisa saling kawin asal ikatan kekerabatan mereka telah sampai tingkat sepuluh.

Orang Nias hidup berkelompok dalam kampung-kampung yang mereka dirikan di atas bukit dan dipagari dengan batu atau aur berduri. Kampung itu mereka sebut banua, dipimpin oleh seorang siulu (bangsawan) yang mereka sebut Tuhenori atau Salawa (raja).


Pada zaman dulu orang Nias mengenal beberapa pelapisan sosial yang cukup tajam. Di Nias selatan misalnya dikenal kelas-kelas sosial, seperti siulu (bangsawan), ere (pendeta agama asli), ono mbanua (anak negeri atau orang kebanyakan), dan golongan sawuyu (budak). Golongan siulu yang memerintah, misalnya diangkat menjadi kepala desa disebut balo siulu. Sedangkan anak negeri dapat pula dibagi menjadi golongan siila (cerdik pandai) dan sato (orang kebanyakan). Golongan sawuyu dibagi pula menjadi tiga, yaitu binu (budak karena kalah perang, biasanya dikorbankan untuk upacara), sondrara hare (menjadi budak karena tidak bisa membayar hutang) dan holito (menjadi budak setelah ditebus dari hukuman mati). Pengaruh pengelompokan sosial di atas masih terasa sampai sekarang, karena golongan siulu misalnya tidak boleh kawin dengan sato. Sementara itu golongan sawuyu sekarang tidak ada lagi.


Pada zaman dulu Nias pernah mencapai tingkat perkembangan kebudayaan megalitik yang mengagumkan. Hasil karya budaya itu sampai sekarang masih ditemui sisa-sisanya, seperti meja dan kursi batu, tugu-tugu, dan arca arwah serta omo hada (rumah adat) yang didirikan di atas batu-batu besar pipih dan dengan tiang-tiang kayu besar, penuh pula dengan ukiran-ukiran kuno.


Mata Pencaharian Suku Nias

Mata pencaharian utama orang Nias adalah berladang tanaman ubi jalar, ubi kayu, kentang dan sedikit padi. Mata pencaharian tambahannya adalah berburu dan meramu. Pada saat sekarang di pulau ini ditanam cengkeh dan semak nilam untuk diambil minyaknya.


Agama Dan Kepercayaan Suku Nias

Pada masa sekarang sebagian besar orang Nias sudah memeluk agama Kristen dan sedikit Islam. Agama asli mereka disebut malohe adu (penyembah roh) yang di dalamnya dikenal banyak dewa, di antaranya yang paling tinggi adalah Lowalangi. Mereka memuja roh dengan mendirikan patung-patung dari batu dan kayu, rumah tempat pemujaan roh disebut osali. Pemimpin agama asli disebut ere. Pada masa sekarang nama Lowalangi diambil untuk menyebut Tuhan Allah dan osali menjadi nama gereka dalam konsep Kristen.

http://suku-dunia.blogspot.co.id/2014/12/sejarah-suku-nias.html (Sumber)

Comments

Popular posts from this blog

Kesenian Dan Budaya Sumatera Selatan

S umatera Selatan  adalah salah satu provinsi Indonesia  yang terletak di bagian selatan Pulau Sumatera . Provinsi ini beribukota di Palembang.  Secara geografis provinsi Sumatera Selatan berbatasan dengan provinsi Jambi  di utara, provinsi Kep. Bangka Belitung  di timur, provinsi Lampung  di selatan dan Provinsi Bengkulu  di barat. Provinsi ini kaya akan sumber daya alam, seperti minyak bumu dan gas alam  dan batu bara . Selain itu ibu kota provinsi Sumatera Selatan, Palembang, telah terkenal sejak dahulu karena menjadi pusat Kerajaan Sriwijaya. Di samping itu, provinsi ini banyak memiliki tujuan wisata yang menarik untuk dikunjungi seperti Sungai Musi , Jembatan Ampera, Pulau Kemaro, Danau Ranau, Kota Pagaralam dan lain-lain. Karena sejak dahulu telah menjadi pusat perdagangan, secara tidak langsung ikut memengaruhi kebudayaan masyarakatnya. Makanan khas dari provinsi ini sangat beragam seperti pempek, model, tekwan, pindang patin, pindang tulang, sambal jokjok, berengkes dan temp

Senjata Tradisional Sumatera Utara (Batak Toba) , Gambar, dan Keunikannya

Masyarakat Batak dikenal sebagai masyarakat yang mampu menjaga kelestarian budaya nenek moyangnya. Di mana pun berada, identitas masyarakat Batak akan tetap terlihat. Ia bahkan tak segan menggunakan bahasa ibunya untuk berkomunikasi dengan sesamanya meski berada di lingkungan perantauan. Bukti kelestarian budaya Batak juga dapat dilihat dari terjaganya peninggalan budaya kebendaan, salah satunya adalah beragam senjata tradisional. Nah, di artikel berikut ini, kita akan mengulas tentang beragam senjata tradisional Sumatera Utara tersebut lengkap dengan gambar dan penjelasannya. Senjata Tradisional Sumatera Utara Ada banyak peninggalan senjata tradisional Sumatera Utara yang berasal dari kebudayaan Suku Batak. Beberapa di antaranya seperti piso gaja dompak, tongkat tunggal panaluan, piso karo, hujur siringis, piso gading, piso sanalenggam, dan piso toba. 1. Senjata Tradisional Piso Gaja Dompak Senjata tradisional Sumatera Utara yang pertama dan yang paling terkenal adalah pisau Gaja

4 Senjata Tradisional Minangkabau (SUMATERA BARAT)

Indonesia, sebagai negara beragam suku bangsa, tentu memiliki kekayaan beragam kultur budaya. Oleh karena itu setiap daerah memiliki ciri identitas masing-masing. Begitu pula dengan senjata tradisionalnya. Provinsi Sumatera Barat yang dikenal memiliki akar budaya Minangkabau yang kuat, tentu saja memiliki senjata hasil produk budaya. Menurut wikipedia.org; Senjata adalah suatu alat yang digunakan untuk melukai, membunuh atau menghancurkan suatu benda. Senjata dapat digunakan untuk menyerang maupun untuk mempertahankan diri, dan juga untuk mengancam dan melindungi. Apapun yang dapat digunakan untuk merusak (bahkan psikologi dan tubuh manusia) dapat dikatakan senjata. Etnis Minangkabau sejak dulu kala dikenal sebagai bangsa perantau, masyarakat Minangkabau umumnya dibekali keahlian beladiri  Silek  (Silat), mereka biasanya juga melindungi diri dengan perbekalan senjata. Berikut adalah beberapa Senjata-Senjata Tradisional Masyarakat Minangkabau: 1. Senjata Tradisional Minan