Skip to main content

Siapakah yang disebut Melayu?

Suku Melayu merupakan etnis yang termasuk ke dalam rumpun ras Austronesia. Suku Melayu dalam pengertian ini, berbeda dengan konsep Bangsa Melayu yang terdiri dari Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura.
Suku Melayu bermukim di sebagian besar Malaysia, pesisir timur Sumatera, sekeliling pesisir Kalimantan, Thailand Selatan, Mindanao, Myanmar Selatan, serta pulau-pulau kecil yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata.
Di Indonesia, jumlah Suku Melayu sekitar 3,4% dari seluruh populasi, yang sebagian besar mendiami propinsi Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, dan Kalimantan Barat.[6] Suku Melayu juga terdapat di Sri Lanka, Kepulauan Cocos (Keeling) (Cocos Malays), dan Afrika Selatan (Cape Malays).
SEJARAH
Suku Melayu tergolong ke dalam Deutero Melayu (Melayu Muda) yang merupakan bagian dari gelombang besar kedua migrasi ras Melayu-Austronesia dari daratan Asia yang terjadi sekitar 300 S.M [7].
Pada abad ke-7, masyarakat yang bermukim di hilir Sungai Batang Hari, Jambi membentuk Kerajaan Malayu. Dan istilah Melayu diambil dari nama kerajaan tersebut. Secara geografis, pada mulanya Melayu hanya mengacu kepada wilayah kerajaan tersebut, yang meliputi wilayah Sumatera bagian tengah.
Dalam perkembangannya, Kerajaan Melayu akhirnya takluk dan digantikan oleh Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Palembang [8]. Pemakaian istilah Melayu-pun meluas hingga ke luar Sumatera, mengikuti teritorial imperium Sriwijaya yang berkembang hingga ke Jawa, Kalimantan, dan Semenanjung Malaysia.
Seperti terlihat dalam prasasti Keping Tembaga Laguna, pedagang Melayu Sriwijaya yang berdagang ke seluruh wilayah Asia Tenggara, juga turut serta membawa adat budaya dan Bahasa Melayu ke negeri seberang.
Bahasa Melayu akhirnya menjadi lingua franca menggantikan Bahasa Sanskerta [9]. Era kejayaan Sriwijaya merupakan masa emas bagi peradaban Melayu. Runtuhnya Sriwijaya pada abad ke-13, dan bangkitnya Kesultanan Malaka pada abad ke-15, berakibat pindahnya pusat mandala Melayu ke Semenanjung Malaysia [10][11][12].
Pada tahun 1511, pemerintahan Melayu di Malaka takluk oleh kekuatan tentara Portugis. Sejak itu pusat peradaban Melayu kembali ke tanah Sumatera, ditandai dengan berdirinya kerajaan-kerajaan kuat seperti Kerajaan Aceh dan Kerajaan Dharmasraya.
Masuknya agama Islam ke Nusantara pada abad ke-12, diserap baik-baik oleh masyarakat Melayu. Islamisasi tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat jelata, namun telah menjadi corak pemerintahan kerajaan-kerajaan Melayu.
Di antara kerajaan-kerajaan tersebut ialah Kesultanan Johor, Kesultanan Perak, Kesultanan Pahang, Kesultanan Brunei, dan Kesultanan Siak. Kedatangan kolonialis Eropa telah menyebabkan terdiasporanya orang-orang Melayu ke seluruh Nusantara, Sri Lanka, dan Afrika Selatan. Di perantauan, mereka banyak mengisi pos-pos kerajaan seperti menjadi syahbandar, ulama, dan hakim.
Dalam perkembangan selanjutnya, hampir seluruh Kepulauan Nusantara mendapatkan pengaruh langsung dari Suku Melayu. Bahasa Melayu yang telah berkembang dan dipakai oleh banyak masyarakat Nusantara, akhirnya dipilih menjadi bahasa nasional Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
Etimologi
Ptolemy (90 – 168 M) dalam karyanya Geographia mencatat sebuah tanjung di Aurea Chersonesus (Semenanjung Melayu) yang bernama Maleu-kolon, yang diyakini berasal dari Bahasa Sanskerta, malayakolam atau malaikurram[13]. Berdasarkan G. E. Gerini, Maleu-Kolon saat ini merujuk pada Tanjung Kuantan atau Tanjung Penyabung di Semenanjung Malaysia.
Orang Gunung
Pada Bab 48 teks agama Hindu Vuya Purana yang berbahasa Sanskerta, kata Malayadvipa merujuk kepada sebuah propinsi di pulau yang kaya emas dan perak. Disana berdiri bukit yang disebut dengan Malaya yang artinya sebuah gunung besar (Mahamalaya). Meskipun begitu banyak sarjana Barat, antara lain Sir Roland Braddell menyamakan Malayadvipa dengan Sumatera [14]. Sedangkan para sarjana India percaya bahwa itu merujuk pada beberapa gunung di Semenanjung Malaysia [15][16][17][18][19].
Kerajaan Malayu
Dari catatan Yi Jing, seorang pendeta Budha dari Dinasti Tang, yang berkunjung ke Nusantara antara tahun 688 – 695, dia menyebutkan ada sebuah kerajaan yang dikenal dengan Mo-Lo-Yu (Melayu), yang berjarak 15 hari pelayaran dari Bogha (Palembang), ibu kota Sribogha (Sriwijaya). Dari Ka-Cha (Kedah), jaraknyapun 15 hari pelayaran [20].
Berdasarkan catatan Yi Jing, kerajaan tersebut merupakan negara yang merdeka dan akhirnya ditaklukkan oleh Sabogha. Petualang Venesia yang terkenal, Marco Polo dalam bukunya Travels of Marco Polo menyebutkan tentang Malauir yang berlokasi di bagian selatan Semenanjung Melayu. Kata “Melayu” dipopulerkan oleh Kesultanan Malaka yang digunakan untuk membenturkan kultur Malaka dengan kultur asing yakni Jawa dan Thai [21]. Dalam perjalanannya, Malaka tidak hanya tercatat sebagai pusat perdagangan yang dominan, namun juga sebagai pusat peradaban Melayu yang berpengaruh luas [22].
Melayu Malaysia
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Masyarakat Melayu di Malaysia
Melayu Malaysia yang disebut Kaum Melayu adalah masyarakat Melayu berintikan orang Melayu asli tanah Semenanjung Malaya (Melayu Anak Jati), ditambah suku-suku pendatang dari Indonesia dan tempat lainnya yang disebut Melayu Anak Dagang seperti Jawa, Minangkabau, Riau, Mandailing, Aceh, Bugis, Bawean, Banjar, Champa dan lain-lain.
Semua diikat oleh agama Islam dan budaya Melayu Malaysia. Ras lain yang beragama Islam juga dikategorikan Kaum Melayu, seperti Tionghoa Muslim, India Muslim, dan Arab. Sehingga Melayu juga berarti etnoreligius yang merupakan “komunitas umat Islam Malaysia” yang ada di Kerajaan Islam tersebut, karena jika ada konsep Sultan (umara) berarti juga ada ummat yang dilindunginya.
Namun, etnis Melayu di Malaysia Barat (Malaya) yang tidak terikat dengan perlembagaan Malaysia secara umumnya terbagi kepada tiga suku etnis terbesar, yaitu Melayu Johor, Melayu Kelantan dan Melayu Kedah[rujukan?]. Melayu Johor sebagai suku etnis terbesar, banyak terdapat di sekitar ibukota Malaysia, Kuala Lumpur dan negeri Johor itu sendiri.
Selain itu, masyarakat Melayu yang tinggal di negeri Terengganu, Pahang, Selangor, Malaka dan Perak juga bisa digolongkan sebagai Melayu Johor. Di Malaysia Timur terdapat pula komunitas Melayu, yaitu Melayu Sarawak dan Melayu Brunei yang mempunyai dialek yang berbeda dengan Melayu Semenanjung Malaya.
Suku Melayu Sarawak biasanya terdapat di Negara Bagian Sarawak, serta lebih berkerabat dengan Suku Melayu Pontianak dari Kalimantan Barat. Sedangkan Suku Melayu Brunei biasanya menetap di bagian utara Sarawak, Pantai Barat Sabah, serta Brunei Darussalam.
Kaum Melayu Singapura (Golongan Bumiputera)
Komposisi Sukubangsa dalam Populasi Melayu di Singapura 1931-1990
Kelompok Etnis Melayu 1931 1947 1957 1970 1980 1990
Total 65,104 113,803 197,059 311,379 351,508 384,338
Malay 57.5% 61.8% 68.8% 86.1% 89.0% 68.3%
Javanese 24.5% 21.7% 18.3% 7.7% 6.0% 17.2%
Baweanese (Boyanese) 14.4% 13.5% 11.3% 5.5% 4.1% 11.3%
Bugis 1.2% 0.6% 0.6% 0.2% 0.1% 0.4%
Banjar 0.7% 0.3% 0.2% 0.1% N.A. N.A.
Other Malay Groups / Indonesians 1.7% 2.1% 0.9% 0.4% 0.8% 2.9%
(Reference: Arumainathan 1973, Vol 1:254; Pang, 1984, Appendix m; Sunday Times, 28 June 1992)
[sunting] Rumpun Melayu
  • Suku Melayu (muslim) di Indonesia menurut sensus tahun 2000 terdiri atas :
    • Melayu Tamiang
    • Melayu Palembang, dalam sensus 1930 tidak digolongkan suku Melayu.
    • Melayu Bangka-Belitung, pada sensus 1930 tidak digolongkan suku Melayu. [23]
    • Melayu Deli
    • Melayu Riau
    • Melayu Jambi
    • Melayu Bengkulu
    • Melayu Pontianak
  • Suku bangsa serumpun di Sumatera :
    • Suku Minangkabau (muslim)
    • Suku Kerinci (muslim)
    • Suku Talang Mamak (non muslim)
    • Suku Sakai (non muslim)
    • Orang Laut
    • Suku Rejang (muslim)
    • Suku Serawai (muslim)
    • Suku Pasemah (muslim)
  • Suku bangsa serumpun di Kalimantan (Rumpun Banjar) :
    • Suku Sambas (muslim)
    • Senganan/Haloq (Dayak masuk Islam)
    • Suku Kedayan (muslim) dan Melayu Brunei (muslim)
    • Suku Banjar (muslim)
    • Suku Kutai (muslim)
    • Suku Berau (muslim)
    • Suku Bukit (non muslim).

Oleh: Abi Abdillah

Comments

Popular posts from this blog

Kesenian Dan Budaya Sumatera Selatan

S umatera Selatan  adalah salah satu provinsi Indonesia  yang terletak di bagian selatan Pulau Sumatera . Provinsi ini beribukota di Palembang.  Secara geografis provinsi Sumatera Selatan berbatasan dengan provinsi Jambi  di utara, provinsi Kep. Bangka Belitung  di timur, provinsi Lampung  di selatan dan Provinsi Bengkulu  di barat. Provinsi ini kaya akan sumber daya alam, seperti minyak bumu dan gas alam  dan batu bara . Selain itu ibu kota provinsi Sumatera Selatan, Palembang, telah terkenal sejak dahulu karena menjadi pusat Kerajaan Sriwijaya. Di samping itu, provinsi ini banyak memiliki tujuan wisata yang menarik untuk dikunjungi seperti Sungai Musi , Jembatan Ampera, Pulau Kemaro, Danau Ranau, Kota Pagaralam dan lain-lain. Karena sejak dahulu telah menjadi pusat perdagangan, secara tidak langsung ikut memengaruhi kebudayaan masyarakatnya. Makanan khas dari provinsi ini sangat beragam seperti pempek, model, tekwan, pindang patin, pindang tulang, sambal jokjok, berengkes dan temp

Senjata Tradisional Sumatera Utara (Batak Toba) , Gambar, dan Keunikannya

Masyarakat Batak dikenal sebagai masyarakat yang mampu menjaga kelestarian budaya nenek moyangnya. Di mana pun berada, identitas masyarakat Batak akan tetap terlihat. Ia bahkan tak segan menggunakan bahasa ibunya untuk berkomunikasi dengan sesamanya meski berada di lingkungan perantauan. Bukti kelestarian budaya Batak juga dapat dilihat dari terjaganya peninggalan budaya kebendaan, salah satunya adalah beragam senjata tradisional. Nah, di artikel berikut ini, kita akan mengulas tentang beragam senjata tradisional Sumatera Utara tersebut lengkap dengan gambar dan penjelasannya. Senjata Tradisional Sumatera Utara Ada banyak peninggalan senjata tradisional Sumatera Utara yang berasal dari kebudayaan Suku Batak. Beberapa di antaranya seperti piso gaja dompak, tongkat tunggal panaluan, piso karo, hujur siringis, piso gading, piso sanalenggam, dan piso toba. 1. Senjata Tradisional Piso Gaja Dompak Senjata tradisional Sumatera Utara yang pertama dan yang paling terkenal adalah pisau Gaja

4 Senjata Tradisional Minangkabau (SUMATERA BARAT)

Indonesia, sebagai negara beragam suku bangsa, tentu memiliki kekayaan beragam kultur budaya. Oleh karena itu setiap daerah memiliki ciri identitas masing-masing. Begitu pula dengan senjata tradisionalnya. Provinsi Sumatera Barat yang dikenal memiliki akar budaya Minangkabau yang kuat, tentu saja memiliki senjata hasil produk budaya. Menurut wikipedia.org; Senjata adalah suatu alat yang digunakan untuk melukai, membunuh atau menghancurkan suatu benda. Senjata dapat digunakan untuk menyerang maupun untuk mempertahankan diri, dan juga untuk mengancam dan melindungi. Apapun yang dapat digunakan untuk merusak (bahkan psikologi dan tubuh manusia) dapat dikatakan senjata. Etnis Minangkabau sejak dulu kala dikenal sebagai bangsa perantau, masyarakat Minangkabau umumnya dibekali keahlian beladiri  Silek  (Silat), mereka biasanya juga melindungi diri dengan perbekalan senjata. Berikut adalah beberapa Senjata-Senjata Tradisional Masyarakat Minangkabau: 1. Senjata Tradisional Minan